Tunggu Event Selanjutnya Ya... Keep Hamasah!! ^_^ Untuk Maba 2010: WELCOME!! ^_^

07 Desember 2010

Muslimah dan Waktu... Muslimah dan Kekosongan...

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Tidak ada yang lebih aku sesali daripada penyesalanku terhadap hari dimana ketika matahari tenggelam sementara umurku berkurang tapi amalku tidak bertambah.”

Sesungguhnya umur manusia yang sebenarnya bukanlah usia yang dilaluinya semenjak hari kelahiranyya hingga hari wafatnya, akan tetapi umur yang sebenarnya adalah sekadar yang mana Allah menuliskan pada kitab amalnya di sisi Allah yang berupa amal-amal shalih dan perbuatan-perbuatan baik.

Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat nanti sampai ia ditanya tentang empat perkara …” Diantaranya beliau menyebutkan: “dan tentang umurnya dihabiskan untuk apa.” [HR. at-Tirmidzi]

Jadi, kehidupan ini bukanlah sebagaimana yang anda bayangkan, yaitu rutinitas harian, makan, minum, tidur, bermain, bercanda, bersenda gurau, berhias, berbangga-bangga… karena itu adalah kehidupan orang-orang yang lalai.
Akan tetapi sesungguhnya anda diciptakan untuk sesuatu dan tujuan yang lebih luhur dari semua kesenangan itu, yaitu diciptakan untuk beribadah kepada Allah semata, tidak ada sekutu bersama-Nya.

Hambatan-hambatan yang memalingkan wanita tanpa bisa memanfaatkan waktunya dengan baik:

1. Panjang angan-angan dan menunda-nunda : Setiap kali seseorang hendak melakukan sesuatu, setan mendatanginya dan membujuknya dengan menunda-nunda, ia membisikkan: “Kerjakan besok saja atau lusa ..” Begitulah, sehingga ia menggunakan waktunya sebatas harapan tapi tidak melakukan apa yang telah diniatkannya.
Hapuslah sifat menunda-nunda itu dengan berbuat, bertekad, dan berambisi.

07 November 2010

Menghadapi Cobaan

Bencana demi bencana sedang melanda bangsa kita. Seperti yang telah kita ketahui, akhir-akhir ini negeri kita sudah dilanda tiga bencana: Wasior, Mentawai, dan Merapi. Banyak kerugian yang ditimbulkan termasuk korban jiwa. Ada yang kehilangan orang-orang yang dicintai yang sebelumnya ada di dekat kita sekarang telah tiada. Banyak pula korban bencana yang kehilangan harta benda mereka termasuk rumah. Inilah yang menjadi pukulan tersendiri bagi bangsa ini, terutama bagi para korban bencana.
Namun, Islam mengajarkan kepada kita untuk tidak lari dari masalah dan berusaha menghadapinya dengan segala kemampuan kita karena Allah tidak akan memberikan cobaan yang melebihi dari yang kita mampu. Jadi, cobaan yang diberikan oleh Allah sudah disamakan dengan batas maksimum kemampuan kita dalam menghadapinya. Oleh karena itu, hal tersebut bisa membentuk sikap optimis pada diri kita untuk menghadapi cobaan dan menyelesaikan masalah. Kita harus meyakini diri kita sendiri bahwa kita mampu menyelesaikan masalah atau cobaan yang sedang kita hadapi karena cobaan tersebut diberikan oleh Allah setelah disesuaikan dengan kemampuan kita. Berarti, tidak akan ada kalimat putus asa atau tidak kuat menghadapi cobaan.

Sebagaimana firman Allah Surat Al-Insyirah ayat 5-8 :
”Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu) urusan, tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

Sesulit apapun masalah atau cobaan yang sedang kita hadapi, hanya kepada Allah lah kita meminta pertolongan, bukan untuk memudahkan kesulitan, namun memohon untuk menguatkan diri dalam menghadapi cobaan-Nya. Cobaan yang diberikan oleh Allah bukan berarti Allah membenci kita, namun Allah ingin memberikan suatu hikmah kepada kita dan lebih mendewasakan diri kita.

Al-Qur'an mengajarkan kita untuk berdo'a : 
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya..." (QS. 2 : 286).

            Al-Quran melukiskan secara luar basa cobaan-cobaan tersebut, Allah berfirman : 
”Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang sabar.” (QS 2: 155)

            Kemudian Allah menjelaskan siapa yang dimaksud oleh Allah dengan orang sabar pada ayat di atas : "(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji'uun". (QS. 2 : 156).

            Ikhlas menjalani hidup dan mempersiapkan diri dengan mempertebal iman dalam menghadapi ujian dari Allah merupakan keputusan bijak dalam menghadapi cobaan apapun dari Allah SWT. Sabar, tawakkal, ikhtiar, dan berdo’a hanya kepada Allah merupakan suatu kesatuan yang dapat mengarahkan kita kepada jalan yang benar atas seizin Allah SWT. 

18 Oktober 2010

Insya Allah

Kata “Insya Allah” sering terselip di ucapan kita, tapi jangan pernah jadikan kata Insya Allah sebagai ucapan belaka tapi di dalam hati terselip niat “tidak bisa”. Misalnya saat kita dimintai tolong oleh seseorang, tapi sebenarnya kita tidak bisa karena suatu alasan, lantas kita mengucapkan ”Insya Allah, ya” atas dasar niat ingin menutupi sesuatu. Allah Maha Mengetahui.

Kata Insya Allah itu sangat penting mengingat kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Betapa pentingnya kita menyelipkan kata ”Insya Allah” dalam ucapan kita yang menyangkut masa depan terdapat dalam surat Al-Kahf Ayat 23-24 yang artinya :
”Dan jangan engkau sekali-kali mengatakan terhadap sesuatu, ”Aku pasti melakukan itu besok pagi” kecuali (dengan mengatakan), ”Insya Allah”. Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, ”Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku pentunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.”
Ayat tersebut turun karena suatu hal. Menurut riwayat, ada beberapa orang Quraisy bertanya kepada Nabi Muhammad SAW tentang roh, kisah Ashabul Kahfi (penghuni gua), dan kisah Zulkarnain. Lalu beliau menjawab, ”Datanglah besok pagi kepadaku agar aku ceritakan kepadamu.” Dan beliau tidak mengucapkan Insya Allah (artinya jika Allah menghendaki). Tapi rupanya sampai besok harinya wahyu terlambat datang untuk menceritakan hal-hal tersebut, dan Nabi tidak dapat menjawabnya. Maka turunlah Surat Al-Kahf Ayat 23-24 sebagai pelajaran bagi Nabi; Allah mengingatkan pula bilamana Nabi lupa menyebut Insya Allah haruslah segera menyebutkannya kemudian.

Demikian betapa pentingnya kita mengucapkan ”Insya Allah” untuk hal yang kita sendiri tidak mengetahui kepastiannya karena hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Untuk hal menepati janji, kita seharusnya memang sudah berniat untuk menepatinya, tapi semuanya kembali kepada Allah tentang apa yang akan terjadi kemudian, untuk itu jangan lupa untuk mengucapkan kata ”Insya Allah”.

28 Juni 2010

Adakah Anjuran Memperlama Sujud Terakhir untuk Berdoa ??

Seperti disebutkan dalam hadits,
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
Yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu.” (HR. Muslim no. 482, dari Abu Hurairah)

Namun seringkali kita lihat di lapangan, sebagian orang malah seringnya memperlama sujud terakhir ketika shalat, tujuannya adalah agar memperbanyak do’a ketika itu. Apakah benar bahwa saat sujud terakhir mesti demikian? Semoga sajian singkat ini bermanfaat.

Al Baro’ bin ‘Azib mengatakan,
كَانَ رُكُوعُ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - وَسُجُودُهُ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ وَبَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاءِ
Ruku’, sujud, bangkit dari ruku’ (i’tidal), dan duduk antara dua sujud yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, semuanya hampir sama (lama dan thuma’ninahnya).” (HR. Bukhari no. 801 dan Muslim no. 471)

Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin pernah ditanya,
“Apakah diperkenankan memperpanjang sujud terakhir dari rukun shalat lainnya, di dalamnya seseorang memperbanyak do’a dan istighfar? Apakah shalat menjadi cacat jika seseorang memperlama sujud terakhir?”

Beliau rahimahullah menjawab,
“Memperpanjang sujud terakhir ketika shalat bukanlah termasuk sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena yang disunnahkan  adalah seseorang melakukan shalat antara ruku’, bangkit dari ruku’ (i’tidal), sujud dan duduk antara dua sujud itu hampir sama lamanya.  Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam hadits Baro’ bin ‘Azib, ia berkata, “Aku pernah shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendapati bahwa berdiri, ruku’, sujud, duduk beliau sebelum salam dan berpaling, semuanya hampir sama (lamanya). ” Inilah yang afdhol. Akan tetapi ada tempat do’a selain sujud yaitu setelah tasyahud (sebelum salam). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengajarkan ‘Abdullah bin Mas’ud tasyahud, beliau bersabda, “Kemudian setelah tasyahud, terserah padamu berdo’a dengan doa apa saja”. Maka berdo’alah ketika itu sedikit atau pun lama setelah tasyahud akhir sebelum salam. (Fatawa Nur ‘ala Ad Darb, kaset no. 376, side B)

Dalam Fatawa Al Islamiyah (1/258), Syaikh ‘Abdullah Al Jibrin rahimahullah berkata, “Aku tidak mengetahui adanya dalil yang menyebutkan untuk memperlama sujud terakhir dalam shalat. Yang disebutkan dalam berbagai hadits, rukun shalat atau keadaan lainnya itu hampir sama lamanya.”

Syaikh ‘Abdullah Al Jibrin rahimahullah juga menjelaskan, “Aku tidak mengetahui adanya dalil yang menganjurkan untuk memperlama sujud terakhir dalam shalat. Akan tetapi, memang sebagian imam melakukan seperti ini sebagai isyarat pada makmum bahwa ketika itu adalah raka’at terakhir atau ketika itu adalah amalan terkahir dalam shalat. Karenanya, mereka pun memperpanjang sujud ketika itu. Dari sinilah, mereka maksudkan agar para jama’ah tahu bahwa setelah itu adalah duduk terakhir yaitu duduk tasyahud akhir. Namun alasan semacam ini tidaklah menjadi sebab dianjurkan memperpanjang sujud terakhir ketika itu.” (Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, Ahkam Qoth’ush Sholah, Fatawan no. 2046 dari website beliau)

Dari penjelasan singkat ini, nampaklah bahwa tidak ada anjuran untuk memperlama sujud terakhir ketika shalat agar bisa memperbanyak do’a ketika itu. Yang tepat, hendaklah gerakan rukun yang ada sama atau hampir sama lamanya dan thuma’ninahnya. Silakan membaca do’a ketika sujud terakhir, namun hendaknya lamanya hampir sama dengan sujud sebelumnya atau sama dengan rukun lainnya. Apalagi jika imam sudah selesai dari sujud terkahir dan sedang tasyahud, maka selaku makmum hendaklah mengikuti imam ketika itu. Karena imam tentu saja diangkat untuk diikuti. Nabi shallallahu ‘alaihi  wa sallam bersabda,
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلاَ تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ


Imam itu diangkat untuk diikuti, maka janganlah diselisihi.” (HR. Bukhari no. 722, dari Abu Hurairah)
Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi: Website Syaikh Sholih Al Munajid - Al Islam Sual wa Jawab (http://islamqa.com/ar/ref/111889/ )

Adab Islami Sederhana Sebelum Tidur

Adab islami sebelum tidur yang seharusnya tidak ditinggalkan oleh seorang muslim adalah sebagai berikut :

Pertama: Tidurlah dalam keadaan berwudhu.
Hal ini berdasarkan hadits Al Baro’ bin ‘Azib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ
Jika kamu mendatangi tempat tidurmu maka wudhulah seperti wudhu untuk shalat, lalu berbaringlah pada sisi kanan badanmu” (HR. Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710)

Kedua: Tidur berbaring pada sisi kanan.
Hal ini berdasarkan hadits di atas. Adapun manfaatnya sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim, “Tidur berbaring pada sisi kanan dianjurkan dalam Islam agar seseorang tidak kesusahan untuk bangun shalat malam. Tidur pada sisi kanan lebih bermanfaat pada jantung. Sedangkan tidur pada sisi kiri berguna bagi badan (namun membuat seseorang semakin malas)” (Zaadul Ma’ad, 1/321-322).

Ketiga: Meniup kedua telapak tangan sambil membaca surat Al Ikhlash (qul huwallahu ahad), surat Al Falaq (qul a’udzu bi robbil falaq), dan surat An Naas (qul a’udzu bi robbinnaas), masing-masing sekali. Setelah itu mengusap kedua tangan tersebut ke wajah dan bagian tubuh yang dapat dijangkau. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali. Inilah yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dikatakan oleh istrinya ‘Aisyah.

Dari ‘Aisyah, beliau radhiyallahu ‘anha berkata :

كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ) ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika berada di tempat tidur di setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua telapak tangan tersebut ditiup dan dibacakan ’Qul huwallahu ahad’ (surat Al Ikhlash), ’Qul a’udzu birobbil falaq’ (surat Al Falaq) dan ’Qul a’udzu birobbin naas’ (surat An Naas). Kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Beliau melakukan yang demikian sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari no. 5017). 
**Membaca Al Qur’an sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam ini lebih menenangkan hati dan pikiran daripada sekedar mendengarkan alunan musik.

Keempat: Membaca ayat kursi sebelum tidur.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata :
وَكَّلَنِى رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ ، فَأَتَانِى آتٍ ، فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - . فَذَكَرَ الْحَدِيثَ فَقَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ ، وَلاَ يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ . فَقَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « صَدَقَكَ وَهْوَ كَذُوبٌ ، ذَاكَ شَيْطَانٌ »
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menugaskan aku menjaga harta zakat Ramadhan kemudian ada orang yang datang mencuri makanan namun aku merebutnya kembali, lalu aku katakan, "Aku pasti akan mengadukan kamu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam". Lalu Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu menceritakan suatu hadits berkenaan masalah ini. Selanjutnya orang yang datang kepadanya tadi berkata, "Jika kamu hendak berbaring di atas tempat tidurmu, bacalah ayat Al Kursi karena dengannya kamu selalu dijaga oleh Allah Ta'ala dan syetan tidak akan dapat mendekatimu sampai pagi". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Benar apa yang dikatakannya padahal dia itu pendusta. Dia itu syetan". (HR. Bukhari no. 3275)

Kelima: Membaca do’a sebelum tidur “Bismika allahumma amuutu wa ahyaa”.
انَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ قَالَ « بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوتُ وَأَحْيَا » . وَإِذَا اسْتَيْقَظَ مِنْ مَنَامِهِ قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا ، وَإِلَيْهِ النُّشُورُ »

Apabila Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hendak tidur, beliau mengucapkan: 'Bismika allahumma amuutu wa ahya (Dengan nama-Mu, Ya Allah aku mati dan aku hidup).' Dan apabila bangun tidur, beliau mengucapkan: "Alhamdulillahilladzii ahyaana ba'da maa amatana wailaihi nusyur (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepada-Nya lah tempat kembali).” (HR. Bukhari no. 6324)
Masih ada beberapa dzikir sebelum tidur lainnya yang tidak kami sebutkan dalam tulisan kali ini. Silakan menelaahnya di buku Hisnul Muslim, Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qohthoni.

Keenam: Sebisa mungkin membiasakan tidur di awal malam (tidak sering begadang) jika tidak ada kepentingan yang bermanfaat.
Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.” (HR. Bukhari no. 568)
Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!” (Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 3/278, Asy Syamilah)
Semoga kajian kita kali ini bisa kita amalkan. Hanya Allah yang beri taufik.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Penulis : Muhammad Abduh Tuasikal